Connect with us

Business

Maraknya Rokok Ilegal di Madura: Faktor-Faktor Penyebabnya

Published

on

Ilustrasi (Foto:SindoNews)

Madura, Taxspy.site – Sebuah pulau di Jawa Timur yang dikenal sebagai salah satu daerah penghasil tembakau terbesar di Indonesia, tengah menghadapi persoalan serius terkait peredaran rokok ilegal. Fenomena ini semakin marak dalam beberapa tahun terakhir, menimbulkan kekhawatiran dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga pelaku usaha legal. Berikut adalah beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab utama maraknya rokok ilegal di Madura:

  1. Harga Rokok Legal yang Tinggi
    Kenaikan tarif cukai rokok setiap tahun menjadi salah satu pemicu utama munculnya rokok ilegal. Harga rokok legal yang semakin mahal mendorong sebagian masyarakat, khususnya dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, untuk mencari alternatif yang lebih murah. Rokok ilegal, yang dijual tanpa cukai atau menggunakan cukai palsu, menjadi pilihan karena harganya yang jauh lebih terjangkau.
  2. Minimnya Pengawasan di Tingkat Lokal
    Madura terdiri dari empat kabupaten, yakni Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep, yang memiliki wilayah luas dengan akses distribusi yang mudah. Keterbatasan pengawasan dari pihak berwenang di daerah-daerah terpencil membuka celah bagi pelaku usaha rokok ilegal untuk mendistribusikan produknya.
  3. Tingginya Permintaan Pasar Lokal
    Permintaan rokok di Madura terbilang tinggi, mengingat tingginya prevalensi perokok di wilayah ini. Dengan tingginya kebutuhan, para pelaku usaha ilegal memanfaatkan peluang untuk memenuhi permintaan tersebut tanpa harus mematuhi aturan yang berlaku, seperti pembayaran cukai.
  4. Kurangnya Edukasi tentang Dampak Rokok Ilegal
    Sebagian besar masyarakat kurang mendapatkan edukasi terkait dampak negatif dari rokok ilegal, baik dari segi kesehatan maupun kerugian ekonomi bagi negara. Banyak yang belum menyadari bahwa pembelian rokok ilegal turut berkontribusi pada hilangnya potensi pendapatan negara yang seharusnya digunakan untuk pembangunan.
  5. Keterlibatan Jaringan Pelaku yang Terorganisir
    Peredaran rokok ilegal di Madura diduga melibatkan jaringan pelaku yang terorganisir, mulai dari produsen, distributor, hingga pedagang eceran. Jaringan ini mampu beroperasi secara sistematis sehingga sulit dilacak oleh aparat penegak hukum.

Upaya Penanganan
Untuk mengatasi persoalan ini, pemerintah terus meningkatkan pengawasan, seperti razia gabungan oleh Bea Cukai, Kepolisian, dan Satpol PP. Selain itu, edukasi kepada masyarakat juga perlu ditingkatkan, agar kesadaran mengenai pentingnya mendukung produk legal dan mematuhi aturan cukai semakin membaik.

Maraknya rokok ilegal di Madura menjadi tantangan besar yang memerlukan kerja sama berbagai pihak untuk menekan peredarannya. Dengan pengawasan yang lebih ketat dan partisipasi aktif dari masyarakat, diharapkan masalah ini dapat diminimalkan demi mendukung pembangunan dan kesejahteraan bersama.

Business

Isu Tabung Gas Pink 3 Kg Pengganti Gas Melon Bersubsidi, Cek Fatka!

Published

on

By

Gas LPG 3 Kg berwarna pink

JAKARTA, Taxspy.site – Di tengah ramainya perbincangan mengenai larangan penjualan elpiji 3kg (gas melon) oleh pengecer, sebuah isu baru mencuat terkait kemunculan tabung gas berwarna pink. Warganet di media sosial baru-baru ini dihebohkan dengan foto yang menampilkan tabung gas elpiji (LPG) berukuran tiga kilogram berwarna pink atau merah muda.

Narasi yang menyertai foto tersebut menyebutkan bahwa tabung gas elpiji pink 3 kg bermerek Bright Gas ini merupakan jenis non-subsidi. Isu ini semakin berkembang ketika muncul kabar bahwa gas elpiji 3 kg berwarna pink ini akan menggantikan gas melon bersubsidi yang kini dilarang dijual oleh pengecer.

Namun, benarkah Pertamina meluncurkan gas elpiji 3 kg non-subsidi berwarna pink sebagai pengganti gas melon bersubsidi? Mari kita simak penjelasan lebih lanjut.

Tanggapan Pertamina

Dilansir dari Kompas.com (2/2/2025), Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, dengan tegas membantah klaim yang beredar bahwa Pertamina baru saja meluncurkan gas elpiji 3 kg non-subsidi dengan tabung berwarna pink sebagai pengganti gas melon bersubsidi.

“Informasi tersebut hoaks. Belum ada seperti itu,” ungkap Heppy.

Menurutnya, saat ini Pertamina hanya mengeluarkan LPG Bright Gas dalam ukuran tabung 5,5 kg dan 12 kg.

Fakta Sebenarnya

Meskipun demikian, Heppy juga membenarkan bahwa pada tahun 2018, Pertamina sempat meluncurkan produk Bright Gas 3 kg dalam rangka diversifikasi produk mereka. Namun, produk tabung gas pink berukuran 3 kg ini hanya tersedia di wilayah Jabodetabek dan Surabaya untuk uji pasar.

Bright Gas 3 kg pertama kali diluncurkan oleh Pertamina pada awal Juli 2018 sebagai bagian dari upaya perusahaan untuk menawarkan gas elpiji non-subsidi dalam kemasan yang lebih kecil, untuk konsumen yang tidak menerima subsidi. Produk ini dijual dalam tabung berwarna pink fuschia yang lebih menarik dibandingkan tabung gas melon hijau yang bersubsidi.

Pada saat peluncuran, Bright Gas 3 kg hanya tersedia di wilayah Jakarta, dengan distribusi terbatas sekitar 3.500 tabung. Harga untuk satu tabung Bright Gas 3 kg ini bervariasi antara Rp 39.000 hingga Rp 56.000 per tabung isi ulang, yang tentu saja lebih mahal dibandingkan dengan harga gas melon yang bersubsidi.

Perbandingan Harga

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, berikut adalah perbandingan harga antara gas melon 3 kg bersubsidi dan Bright Gas 3 kg non-subsidi di tahun 2025:

Gas Melon 3 kg Bersubsidi: Menggunakan harga pasar mencapai Rp 42.750 per tabung. Namun, dengan adanya subsidi dari pemerintah sebesar Rp 30.000, harga yang dibayar oleh konsumen hanya Rp 12.750 per tabung.

Gas Pink atau Bright Gas 3 kg Non-Subsidi: Menggunakan harga jual yang ditetapkan berkisar antara Rp 39.000 hingga Rp 56.000 per tabung, sesuai dengan harga pasar tanpa subsidi.

Continue Reading

Business

LPG 3 Kg Langka, Wakil Ketua MPR RI Minta Kejelasan dari Kementerian ESDM

Published

on

By

Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno.

JAKARTA, Taxspy.site – Kelangkaan LPG 3 kg yang diduga disebabkan oleh kebijakan baru Kementerian ESDM yang melarang pengecer menjual gas melon bersubsidi, telah memicu keresahan masyarakat. Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, meminta Kementerian ESDM untuk memberikan penjelasan kepada publik terkait penataan penjualan LPG 3 kg.

“Penjelasan dari Kementerian ESDM sangat penting untuk meredam kebingungan dan kegundahan warga serta menegaskan bahwa penjualan LPG 3 kg tetap masih bisa dilakukan melalui pangkalan-pangkalan resmi dari agen-agen penjualan,” kata Eddy, Senin (2/2/2025).

Eddy juga menyoroti pentingnya penataan terhadap pengecer, yang selama ini menjadi garda terdepan dalam memenuhi kebutuhan LPG 3 kg masyarakat. Ia mengusulkan agar para pengecer tetap dapat menjual LPG 3 kg melalui sistem pendataan dan pengawasan yang ketat.

“Penataan penting dan sebaiknya dilakukan segera agar para pengecer tetap bisa menjual LPG 3 kg melalui sistem pendataan dan pengawasan yang ketat,” ujarnya.

Politikus PAN itu menjelaskan bahwa pengecer memiliki peran penting dalam penjualan ritel, terutama bagi masyarakat yang tinggal jauh dari agen-agen penjualan resmi.

“Kehadiran pengecer penting agar masyarakat tidak perlu menghabiskan ongkos membeli LPG 3 kg di agen-agen penjualan yang sangat mungkin lokasinya jauh dari tempat tinggal warga,” jelasnya.

Eddy juga menyoroti masalah harga LPG 3 kg yang tidak terkontrol di tingkat pengecer. Dengan sistem pendataan dan pengawasan yang baik, pemerintah dapat mengontrol aktivitas penjualan dan mencegah praktik penjualan di luar ketentuan.

“Jika dalam prakteknya diketahui ada pengecer-pengecer yang ‘nakal’ dan menjual LPG 3 kg di luar ketentuan yang telah ditetapkan, berikan sanksi berupa pencabutan alokasi LPG 3 kg dan umumkan kepada warga sekitar,” tegasnya.

Dengan demikian, Eddy berharap Kementerian ESDM dapat segera memberikan penjelasan dan solusi terkait kelangkaan LPG 3 kg, serta menata sistem penjualan agar lebih efisien danTransparan.

Continue Reading

Business

Pemerintah Pastikan Tidak Ada Kelangkaan LPG 3 Kg, Hanya Transisi dari Pengecer ke Pangkalan

Published

on

By

Gas LPG 3 Kg. (Foto: Kompas.com)

JAKARTA, Taxspy.site – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, memastikan bahwa tidak ada kelangkaan tabung gas LPG 3 kg di masyarakat. Menurutnya, pemerintah telah menyiapkan volume gas LPG 3 kg yang dibutuhkan pada tahun 2025. Bahlil menyebutkan bahwa kebutuhan gas LPG 3 kg pada tahun 2024 dan 2025 akan tetap sama.

“Enggak ada, enggak ada (kelangkaan LPG 3 kg). Kenapa? Karena semua kebutuhan dari tahun 2024 ke 2025, volumenya sama, dan kami siapkan sekarang,” jelas Bahlil kepada wartawan di Bogor, Jawa Barat, pada Minggu (2/2/2025).

Bahlil menambahkan, yang terjadi saat ini bukan kelangkaan, melainkan proses transisi dari pengecer menjadi pangkalan. Pemerintah, lanjutnya, telah menganalisis dan menemukan bahwa kenaikan harga di tingkat pengecer memberatkan masyarakat. Untuk itu, pemerintah tengah merancang regulasi yang memungkinkan para pengecer untuk beralih status menjadi pangkalan, agar masyarakat bisa membeli gas LPG 3 kg dengan harga yang sesuai.

“Itulah kemudian kami berpikir bahwa harus masyarakat kita bagaimana mensosialisasikan ini, untuk ngambilnya jangan di pengecer, tapi di pangkalan. Supaya apa? Harganya tidak mahal, harganya sesuai dengan apa yang diatur oleh pemerintah,” ucap Bahlil.

Lebih lanjut, Bahlil mengungkapkan bahwa pembahasan mengenai perubahan status pengecer menjadi pangkalan sedang berlangsung. Diharapkan langkah ini dapat memudahkan masyarakat dalam memperoleh gas LPG 3 kg dengan harga yang lebih terjangkau.

“Ya memang kalau pengecer-pengecer yang jauh, saya lagi membuat aturan agar mereka statusnya dinaikkan menjadi pangkalan. Tidak menjadi pengecer. Lagi saya atur sekarang,” ujarnya.

“Memang saya tahu ini pasti ada terjadi dinamika dikit, tapi ini penyesuaian. Tapi ingat, pemerintah punya niat baik kepada rakyat,” tambahnya.

Continue Reading

Trending