Berita
Pernyataan Kontroversial Edi Mulyadi Tuai Kecaman Aliansi Wartawan
Jakarta – Aliansi Wartawan Online Indonesia (AWOI) menyayangkan pernyataan kontroversial Edi Mulyadi yang dinilai tidak mencerminkan etika seorang wartawan senior.
Pernyataan-pernyataan Edi Mulyadi melalui saluran YouTube pribadinya yang kerap melontarkan istilah-istilah bernada kebencian seperti presiden bekas yang diarahkan kepada mantan Presiden RI Joko Widodo, juga serangan politik kepada Presiden Prabowo Subianto belakangan ini dianggap tidak produktif serta dapat memicu kegaduhan publik.
AWOI menilai bahwa Edi Mulyadi tidak belajar dari pengalaman masa lalunya, terutama saat ia menuai kecaman luas akibat pernyataannya yang menyebut Kalimantan sebagai “tempat jin buang anak.” Pernyataan itu kala itu membakar kemarahan masyarakat Kalimantan dan menjadi sorotan nasional.
“Seharusnya Edi Mulyadi mampu mengambil pelajaran dari insiden tersebut agar lebih berhati-hati dan objektif dalam menyampaikan pendapat, terutama yang berkaitan dengan isu-isu politik dan sosial yang sensitif,” ungkap Paris, Ketua AWOI dalam siaran persnya.
AWOI menilai bahwa sebagai wartawan senior, Edi Mulyadi seharusnya menjadi contoh dalam menjaga marwah profesi jurnalis, bukan justru memperkeruh suasana dengan narasi-narasi bernada kebencian, dan provokasi.
“Jangan sampai publik menilai bahwa semua wartawan bisa bersikap sembarangan. Profesi ini punya tanggung jawab besar dalam menjaga kebenaran, integritas, dan persatuan bangsa,” tegas Paris.
Di akhir pernyataannya, AWOI mengajak seluruh masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi oleh opini-opini subyektif yang dibungkus seolah-olah sebagai fakta, terutama jika berasal dari pihak-pihak yang memiliki rekam jejak kontroversial.
Berita
Demokrasi dalam Bayang Populisme: Amnesty dan Public Virtue Nilai Pemerintahan Prabowo–Gibran Perlu Refleksi
JAKARTA – Satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menjadi momentum refleksi arah kebijakan publik Indonesia. Amnesty International Indonesia menilai, tahun pertama ini memperlihatkan upaya populisme, namun masih dibayangi oleh tantangan dalam penghormatan terhadap hak asasi manusia dan tata kelola demokratis.
“Jadi, klaimnya adalah kepentingan kalangan bawah, tapi sebenarnya substansinya membawa kepentingan elite,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, dalam konferensi pers yang digelar bersama Public Virtue Research Institute tentang refleksi satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran di Jakarta, Senin (20/10/2025).
Dalam catatan Amnesty, salah satu perhatian utama adalah menguatnya peran militer di sektor sipil. Revisi Undang-Undang TNI yang memperluas peran perwira aktif di jabatan sipil, pelibatan militer dalam proyek nonpertahanan, hingga rencana penambahan Komando Daerah Militer (Kodam) dinilai perlu dikaji secara hati-hati agar tidak mengikis prinsip kontrol sipil atas militer.
“Totalnya sekarang itu ada 22 Kodam. Pada tahun 2029 diperkirakan akan ada 37. Itu artinya seluruh provinsi berada di bawah kendali dan pengaruh militer. Dan itu menandai Indonesia bukan lagi negara demokratis,” ujar Usman.
Selain itu, Amnesty mencatat sekitar 15 tokoh militer kini menempati posisi strategis di kabinet, termasuk di lembaga nonpertahanan seperti Badan Gizi Nasional (BGN). Situasi ini, menurut Amnesty, perlu dikelola dengan prinsip profesionalisme agar tidak menimbulkan persepsi remilitarisasi kebijakan publik.
Program MBG
Amnesty juga menyoroti pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), salah satu program unggulan pemerintah. Program ini dinilai positif dari sisi niat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, namun dalam pelaksanaannya masih menghadapi sejumlah catatan.
Menurut Usman, perencanaan dan implementasi MBG perlu diperkuat agar lebih melibatkan masyarakat sipil dan kelompok perempuan, bukan hanya aparat negara.
“Dan program Makan Bergizi Gratis ini didominasi oleh aparat, terutama militer laki-laki. Jadi tidak melibatkan partisipasi perempuan, tidak melibatkan partisipasi masyarakat,” ujarnya.
Amnesty juga menyoroti perlunya menjaga keseimbangan antara alokasi program sosial dan anggaran pendidikan, mengingat sebagian dana pendidikan mengalami pemangkasan hingga 44 persen, sementara kondisi banyak sekolah dan tenaga pendidik masih memerlukan perhatian serius.
Efesiensi Anggaran dan Penguatan Lembaga HAM
Dalam pandangan Amnesty, komitmen terhadap efisiensi anggaran negara perlu diimbangi dengan penguatan lembaga-lembaga HAM yang menjadi penjaga akuntabilitas publik.
Peningkatan tunjangan pejabat publik dan pembentukan kabinet besar seharusnya tidak berbanding terbalik dengan pemangkasan anggaran bagi lembaga seperti Komnas HAM, LPSK, dan Komnas Perempuan.
Langkah-langkah efisiensi, menurut Amnesty, semestinya diarahkan untuk memperkuat kapasitas lembaga-lembaga yang berperan langsung dalam menjaga hak dan keselamatan warga negara.
Menutup catatannya, Usman Hamid menegaskan bahwa evaluasi Amnesty International bukan ditujukan untuk menyerang, melainkan sebagai bahan refleksi konstruktif agar arah pemerintahan ke depan semakin berpihak pada prinsip hak asasi manusia, keadilan sosial, dan demokrasi substantif.
“Satu tahun pemerintahan Prabowo–Gibran memperlihatkan wajah populisme yang bertabrakan dengan substansi demokrasi dan hak asasi manusia. Militerisasi ruang sipil, pemborosan anggaran, dan pengabaian terhadap lembaga HAM menjadi indikator kemunduran demokrasi,” ujarnya.
Amnesty berharap pemerintah membuka ruang dialog dengan masyarakat sipil untuk memperkuat tata kelola yang partisipatif, transparan, dan berorientasi pada perlindungan warga negara.
Berita
Suciwati di Aksi Kamisan: Kasus Munir Belum Tuntas, Publik Tak Boleh Lelah
Jakarta — Aksi Kamisan ke-876 kembali digelar di depan Istana Presiden, Jakarta Pusat, Kamis (4/9). Ribuan peserta hadir dengan pakaian hitam dan payung hitam, simbol duka sekaligus perlawanan terhadap praktik pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang belum pernah tuntas.
Momentum aksi pekan ini bertepatan dengan 21 tahun wafatnya aktivis HAM Munir Said Thalib, yang tewas diracun dalam penerbangan menuju Belanda pada 7 September 2004.
Di antara barisan peserta aksi, hadir juga istri almarhum Munir, Suciwati. Ia menegaskan bahwa Aksi Kamisan bukanlah sekadar rutinitas, melainkan ruang moral untuk terus mengingatkan negara bahwa kasus Munir dan berbagai pelanggaran HAM berat lainnya belum terselesaikan.
“Sebetulnya tidak ada yang berbeda dari yang terbiasa, tapi memang selalu ada momen-momen yang mau kita angkat. Karena ini bertepatan dengan 21 tahun wafatnya Munir, pasti teman-teman lebih banyak datang. Minggu lalu pun aksi juga tetap berjalan, dan Kamisan akan terus ada,” ujar Suciwati di lokasi aksi, Jakarta, Kamis (18/9/2025)
Menurutnya, konsistensi publik dalam hadir di Aksi Kamisan menjadi bukti nyata bahwa masyarakat tidak pernah melupakan janji-janji negara.
“Munir adalah simbol perjuangan. Kalau negara gagal menuntaskan kasus Munir, jangan harap rakyat kecil bisa mendapat keadilan. Karena itu, aksi ini akan terus berlangsung sampai ada kejelasan hukum,” tegasnya.
Sejak digelar pertama kali pada 2007, Aksi Kamisan telah menjadi ruang perjuangan keluarga korban dan masyarakat sipil untuk melawan impunitas. Lebih dari 18 tahun berjalan, aksi ini tetap hadir setiap pekan, menegaskan bahwa publik tidak pernah lelah bersuara.
Harapan kepada Negara
Suciwati mendesak pemerintah agar tidak lagi berhenti pada retorika. Menurutnya, penyelesaian kasus Munir dan berbagai pelanggaran HAM berat lainnya adalah ujian moral bagi setiap rezim yang berkuasa.
“Pemerintah selalu berjanji, tapi janji itu berhenti di kata-kata. Yang kita tuntut bukan hanya pengakuan, tapi tindakan nyata. Siapa pun dalang intelektual pembunuhan Munir harus diadili,” katanya.
Berita
KontraS Prihatin Menyempitnya Ruang Sipil, 44 Aduan Orang Hilang Masuk Posko
Jakarta – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyampaikan keprihatinan atas kondisi ruang sipil yang semakin terbatas pasca aksi unjuk rasa di Jakarta. Wakil Koordinator Bidang Eksternal KontraS, Andrie Yunus, menilai pola penangkapan dan perlakuan represif yang terjadi justru mempersempit partisipasi masyarakat dalam menyampaikan pendapat.
“Penangkapan besar-besaran dan perlakuan represif justru mempersempit ruang sipil. Situasi ini menunjukkan perlunya perhatian serius negara agar praktik pelanggaran HAM tidak dibiarkan berulang,” ujar Andrie Yunus, belum lama ini.
Sejak membuka posko pengaduan pada 31 Agustus 2025, KontraS telah menerima 44 laporan dugaan orang hilang. Dari jumlah itu, tiga orang aktivis hingga kini masih belum ditemukan.
Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya, menjelaskan ketiga nama tersebut yakni Reno Syahputradewo dan Muhammad Farhan Hamid yang terakhir terlihat di sekitar Mako Brimob, Kwitang, serta Bima Permana Putra yang dilaporkan hilang di kawasan Glodok, Jakarta Barat.
“KontraS telah membuka posko aduan sejak 31 Agustus. Hingga kini terkumpul 44 aduan, dan tiga orang masih belum ditemukan keberadaannya,” terang Dimas.
KontraS mendorong Komnas HAM untuk segera melakukan penyelidikan menyeluruh dan memastikan negara hadir dalam menjamin keamanan serta hak warga negara yang menggunakan kebebasan berekspresi di ruang publik.
-
Entertainment8 tahun agoBECAUSE YOU LOVED ME – Voyage Entertainment.
-
Ekonomi10 bulan agoKemenag Susun Regulasi Baru Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif
-
Entertainment11 bulan agoLirik Lagu Viral “Hanit Wa Hanini”, Fenomena Musik yang Mengguncang Dunia Maya
-
Business11 bulan agoPemerintah Pastikan Tidak Ada Kelangkaan LPG 3 Kg, Hanya Transisi dari Pengecer ke Pangkalan
-
Business11 bulan agoTimothy Ronald: Dari Jualan Pomade hingga Jadi “Raja Crypto” Indonesia di Usia Muda
-
Entertainment11 bulan agoNadhif Basalamah Lamar Kekasih di Kaki Gunung Fuji, Ungkap Kisah Cinta Romantis
-
Entertainment8 tahun agoLirik Lagu KEMESRAAN (Iwan Fals cover) – Voyage Entertainment
-
Business11 bulan agoIsu Tabung Gas Pink 3 Kg Pengganti Gas Melon Bersubsidi, Cek Fatka!